
Oleh : Rastono Sumardi
Sejarah Kepemimpinan Bashar al-Assad
Bashar Hafiz al-Assad menjabat sebagai Presiden Suriah sejak 17 Juli 2000, menggantikan ayahnya, Hafez al-Assad, yang meninggal pada tahun yang sama. Ia juga mengambil alih posisi sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Suriah dan Sekretaris Jenderal Partai Ba’ath Sosialis Arab. Awalnya, ada harapan bahwa Bashar akan memodernisasi dan mereformasi Suriah, tetapi harapan itu pupus ketika rezimnya justru semakin otoriter.
Pada awal pemerintahannya, Assad dikenal sebagai pemimpin muda dengan latar belakang akademis di bidang kedokteran mata. Namun, kebijakannya yang represif dan tindakan keras terhadap oposisi menjadikannya simbol kekuasaan yang menindas. Pemerintahannya ditandai oleh pelanggaran hak asasi manusia, penindasan politik, dan konflik berkepanjangan yang akhirnya memicu Perang Saudara Suriah sejak 2011. Dengan menggunakan kekuatan militer dan propaganda negara, Assad bertahan di tengah berbagai upaya untuk menggulingkannya.
Perang Saudara dan Kejatuhan Assad
Ketika Arab Spring melanda Timur Tengah pada 2011, demonstrasi anti-pemerintah di Suriah berkembang menjadi konflik bersenjata yang brutal. Rezim Assad dituduh melakukan berbagai kejahatan perang, termasuk penggunaan senjata kimia dalam beberapa serangan mematikan seperti serangan gas sarin di Ghouta pada 2013. Konflik berkepanjangan ini mengakibatkan lebih dari 580.000 korban jiwa, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil.
Setelah bertahan selama lebih dari dua dekade di tengah tekanan internasional dan perlawanan dalam negeri, rezim Assad akhirnya runtuh pada 8 Desember 2024. Serangan besar-besaran oleh oposisi Suriah yang dipimpin oleh koalisi kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), serta didukung oleh Tentara Nasional Suriah (SNA) yang mendapat dukungan dari Turki, berhasil merebut Damaskus. Assad dan keluarganya kemudian melarikan diri ke Rusia, di mana mereka diberikan suaka politik oleh pemerintah Moskow. Kejatuhan Assad menandai berakhirnya kekuasaan keluarga al-Assad yang telah memerintah Suriah selama lebih dari lima dekade.
Pemimpin Baru Suriah: Ahmed al-Sharaa
Pasca-kejatuhan Assad, Ahmed al-Sharaa diangkat sebagai presiden interim Suriah. Sebagai mantan anggota al-Qaida, ia menghadapi tantangan besar dalam menyatukan negara yang terpecah belah serta membangun kembali stabilitas politik dan ekonomi Suriah. Pemerintahannya juga harus berhadapan dengan tekanan internasional terkait pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama rezim Assad.
Baru-baru ini, delegasi dari Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) bertemu dengan para pemimpin baru Suriah, termasuk Presiden Ahmed al-Sharaa dan Menteri Luar Negeri Asaad Hassan al-Shibani. Pertemuan ini bertujuan membahas tanggung jawab Suriah di bawah Konvensi Senjata Kimia serta upaya menghilangkan sisa-sisa program senjata kimia negara tersebut.
Pelajaran Moral dan Ruhani
Kisah kepemimpinan Bashar al-Assad dan kejatuhannya memberikan pelajaran moral yang mendalam tentang kekuasaan, keadilan, dan dampak dari kepemimpinan otoriter. Sejarah membuktikan bahwa pemerintahan yang berlandaskan ketakutan dan represi tidak akan bertahan lama.
-
Kekuasaan yang tidak berpihak pada rakyat akan runtuh Rezim Assad yang bertahan dengan kekuatan militer dan propaganda akhirnya tumbang karena kehilangan kepercayaan dan dukungan rakyat.
-
Kezaliman tidak akan bertahan selamanya Pemerintahan yang menindas dan mengabaikan hak asasi manusia akan menemui kehancuran, sebagaimana terjadi pada banyak pemimpin otoriter dalam sejarah.
-
Rakyat adalah penentu utama masa depan sebuah negara Ketika rakyat bersatu dan berjuang demi kebebasan serta keadilan, bahkan rezim yang paling kuat pun dapat tumbang.
-
Kebijakan yang adil dan kepemimpinan yang inklusif adalah kunci kestabilan Pemimpin yang menolak perubahan dan gagal membangun pemerintahan yang inklusif akan selalu menghadapi tantangan besar.
-
Sejarah selalu berpihak pada kebenaran dan keadilan Meskipun kekuasaan dapat bertahan lama dengan penindasan, pada akhirnya keadilan dan kebenaran akan menang.
Kejatuhan Bashar al-Assad memberikan harapan baru bagi rakyat Suriah untuk membangun negara yang lebih demokratis dan damai. Namun, perjalanan menuju kestabilan masih panjang, dan tantangan besar menanti pemerintahan baru dalam membawa rekonsiliasi serta rekonstruksi di negara yang telah lama dilanda konflik.
