MEMAHAMI TINDAK PIDANA PEMILU SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK

Posted by : admin April 12, 2025

Oleh : Rastono Sumardi *

 

Sebagai bagian dari edukasi politik kepada masyarakat maka perlu kita mengulas soal pidana Pemilu, termasuk dasar hukum dan sanksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di Indonesia, khususnya dalam konteks pelanggaran. 

1. Pengertian Tindak Pidana Pemilu

Tindak pidana pemilu adalah perbuatan yang dilarang dalam penyelenggaraan pemilihan umum (termasuk Pilkada), yang diatur secara khusus oleh peraturan perundang-undangan dan dapat dikenai sanksi pidana. Tindak pidana ini bisa dilakukan oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun masyarakat umum.

Dalam konteks Pemungutan Suara Ulang (PSU)  Pilkada Banggai 2024, potensi terjadinya pelanggaran atau tindak pidana pemilu tetap terbuka, karena situasi politik yang memanas dan menegangkan antar pendukung.

2. Dasar Hukum Tindak Pidana Pemilu

Beberapa dasar hukum utama yang mengatur tindak pidana pemilu, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016

Tentang Pilkada (perubahan dari UU No. 1 Tahun 2015), yang memuat aturan teknis dan sanksi terkait pelanggaran dalam pemilihan kepala daerah.

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

Tentang Pemilu, meskipun lebih fokus pada Pemilu legislatif dan presiden, banyak pasal-pasal pidana yang juga menjadi acuan dalam pelanggaran pemilu secara umum.

c. Peraturan Bawaslu dan Peraturan KPU

Peraturan pelaksana dari Bawaslu dan KPU yang menjabarkan lebih rinci jenis-jenis pelanggaran dan penanganannya.


3. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pemilu/Pilkada 

Beberapa pelanggaran yang kerap terjadi antara lain:

Politik Uang (Money Politics)

  • Memberi atau menjanjikan uang/barang agar memilih kandidat tertentu.

  • Sanksi: Pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan serta denda Rp 200 juta – Rp 1 miliar (UU No. 10 Tahun 2016, Pasal 187A).

Kampanye di Masa Tenang

  • Aktivitas kampanye masih dilakukan saat masa tenang atau hari pemungutan suara.

  • Sanksi: Pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp 100 juta (UU No. 10 Tahun 2016, Pasal 187).

Pemalsuan Dokumen Pemilu

  • Pemalsuan C6, DPT, surat suara, dan lainnya.

  • Sanksi: Pidana penjara 12-72 bulan dan denda Rp 24 juta – Rp 72 juta (UU No. 10 Tahun 2016, Pasal 184-186).

Mengganggu Jalannya Pemungutan Suara

  • Melakukan intimidasi atau kekerasan terhadap pemilih atau petugas TPS.

  • Sanksi: Pidana penjara hingga 5 tahun (Pasal 185 UU 10/2016).

Penyalahgunaan Wewenang oleh ASN atau Aparat

  • ASN, TNI, atau Polri berpihak atau melakukan kampanye terselubung.

  • Sanksi: Hukuman disiplin, pidana pemilu, dan bahkan pemecatan tergantung tingkat pelanggaran.


4. Penanganan dan Proses Hukum

  • Bawaslu menerima laporan, menindaklanjuti, dan bisa merekomendasikan kepada Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) yang terdiri dari unsur Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan.

  • Setelah investigasi dan bukti lengkap, kasus dapat dibawa ke pengadilan untuk diproses secara pidana.

5. Pentingnya Penegakan Hukum dalam Pemilu/Pilkada 

Penegakan hukum dalam Pemilu/Pilkada sangat penting untuk:

  • Menjamin keadilan elektoral.

  • Mencegah manipulasi hasil pemilu.

  • Menjaga kepercayaan publik terhadap demokrasi.

  • Memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran.

Laporan pelanggaran dalam pasca PSU Pilkada Banggai khususnya, harus ditindaklanjuti secara serius oleh Bawaslu dan aparat penegak hukum. Dengan dasar hukum yang kuat dan sanksi yang tegas, diharapkan pelanggaran serupa bisa diminimalisir di masa mendatang, serta pemilu berjalan secara jujur, adil, dan demokratis.

 

*) Penulis adalah Koordinator Satupena Sulawesi Tengah, Wakil Sekretrais PC NU Kabupaten Banggai

RELATED POSTS
FOLLOW US