
Oleh : Ridayati
Sudah beberapa bulan lamanya program Makanan Bergizi Gratis (MBG) berjalan di sekolah-sekolah dari PAUD, SD,SMP,SMA di berbagai pelosok daerah. Program ini merupakan inisiatif pemerintah yang bertujuan mulia: memastikan setiap anak, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu, dapat menikmati makanan bergizi setiap hari di sekolah. Harapannya sederhana namun bermakna besar — agar tidak ada lagi siswa yang belajar dengan perut kosong.
Bagi banyak keluarga miskin, program ini bagaikan oase di tengah padang gersang. Banyak orang tua yang sehari-hari bekerja serabutan merasa sangat terbantu karena tidak perlu lagi khawatir anaknya berangkat sekolah tanpa sarapan. Di dapur umum yang ditunjuk oleh pemerintah, para petugas dengan sigap menyiapkan menu bergizi yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, dan susu. Anak-anak pun tampak bahagia setiap kali waktu makan tiba, menyantap hidangan dengan tawa polos mereka.
Namun, di balik wajah-wajah ceria itu, muncul bayang-bayang kegelisahan. Beberapa waktu lalu, terjadi insiden yang mengguncang ketenangan: sejumlah siswa mengalami gejala keracunan makanan setelah menyantap hidangan dari dapur umum. Guru-guru yang sejak awal menjadi garda depan dalam memastikan keamanan makanan pun ikut cemas. Mereka yang awalnya menjadi contoh mencicipi makanan kini mulai ragu, sementara orang tua menjadi waswas setiap kali anak mereka makan di sekolah.
Pemerintah segera melakukan investigasi. Hasilnya menunjukkan bahwa kasus tersebut disebabkan oleh kelalaian kecil, bahan makanan yang disimpan tidak sesuai standar kebersihan. Meski cepat diatasi, dampaknya tetap terasa. Kepercayaan masyarakat sedikit goyah, meskipun program ini sudah terbukti membantu ribuan anak dari keluarga miskin.
Kini, program MBG berada di persimpangan antara keberlanjutan dan perbaikan. Guru, orang tua, dan petugas dapur umum berusaha bersama-sama memperketat pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang. Mereka sadar, program ini tidak boleh berhenti hanya karena satu kesalahan.
Bagi para siswa miskin, MBG bukan sekadar makanan gratis, melainkan simbol perhatian dan harapan dari negara. Namun agar harapan itu tak berubah menjadi kecemasan, semua pihak harus menjaga agar makanan bergizi itu benar-benar menjadi sumber energi dan kebahagiaan, bukan sumber kekhawatiran.
Program MBG pun terus berjalan, dengan tekad baru: memberi makan dengan sepenuh hati, bukan sekadar memenuhi kewajiban. Karena bagi anak-anak bangsa, setiap suapan bergizi adalah langkah kecil menuju masa depan yang lebih cerah.
Kesimpulan:
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) merupakan langkah positif pemerintah dalam meningkatkan gizi dan semangat belajar siswa, terutama bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Selama beberapa bulan pelaksanaannya, program ini terbukti meringankan beban ekonomi masyarakat dan memberikan manfaat besar bagi tumbuh kembang anak. Namun, insiden keracunan yang sempat terjadi menjadi pengingat bahwa pengawasan mutu dan kebersihan makanan harus menjadi prioritas utama agar tujuan mulia program ini tidak menimbulkan dampak negatif.
Saran:
- Peningkatan Pengawasan: Pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap dapur umum dan proses distribusi makanan agar standar kebersihan dan kualitas gizi tetap terjaga.
- Pelatihan Petugas Dapur: Tenaga dapur umum sebaiknya diberikan pelatihan rutin tentang pengolahan makanan sehat dan higienis.
- Peran Guru dan Orang Tua: Guru dan orang tua perlu terus berkolaborasi dalam memantau kondisi anak setelah mengonsumsi makanan MBG serta memberikan umpan balik kepada pihak penyelenggara.
- Evaluasi Berkala: Program MBG perlu dievaluasi secara berkala agar dapat terus diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi lapangan.
Dengan demikian, program MBG dapat berjalan lebih baik, aman, dan berkelanjutan — menjadi wujud nyata perhatian pemerintah terhadap masa depan generasi hebat penerus bangsa.
TOILI, 15 Oktober 2025
